Pemanasan global akibat ulah manusia
semakin mengancam kehidupan di bumi ini. Laut, yang meliputi sekitar 75%
muka bumi dari tahun ke tahun menunjukkan reaksi karena kehancuran
lingkungan.
Menurut konsultan Blue Planet BBC
Profesor Callum Roberts, mulai dari paus hingga plankton, vitalitas laut
berada dalam bahaya serius. Mencemaskan memang.
Selama 30 tahun terakhir, tiga perempat
megafauna laut dunia hilang dan seperempat karang mati. Sebut saja, di
Eropa utara, stok ikan berkurang hingga 99%. European Commission juga
memperingatkan, spesies ikan cod, hake dan makarel akan menghilang dalam
satu dekade mendatang.
Laut berubah drastis 30 tahun terakhir
di semua sejarah manusia. Dalam 40-50 tahun lagi, laut akan menjadi zona
mati yang tak ada makhluk hidup di dalamnya. Kapal pukat harimau,
jaring listrik dan jaring yang lebih besar menjadi sumber ancaman itu.
Sementara, menurut National Research
Council AS, peningkatan ketinggian air laut ini meningkatkan risiko
banjir dan kerusakan akibat badai, erosi serta hancurnya lahan basah.
Meningkatnya ketinggian laut telah lama dianggap sebagai konsekuensi
perubahan iklim.
Seperti dikutip StraitsTimes, laporan
meramalkan, pada tahun 2100, pesisir barat AS mulai dari batas Mexico
hingga Cape Mendocino akan meningkat. Parahnya peningkatan yang terjadi
lebih tinggi dari proyeksi yang ada sebelumnya diramalkan meningkat
50-140cm.
Bisa ditebak, dampaknya tidak hanya
dirasakan di Amerika saja. Dan Indonesia sebagai negara kepulauan
mengalami ancaman lebih besar. Apakah 60 – 80 tahun mendatang, Indonesia
masih ada?
Sebagai bentuk kecintaan dan terhadap
Indonesia dan Bumi, gerakan Earth Hour Denpasar (60+) melakukan
penanaman terumbuh karang di Pantai Pandawa.
Puluhan adopter menjadi mitra 60+
Denpasar, bekerja sama dengan Tim penataan Pantai Pandawa dan NDRF
melakukan penanaman ratrusan anak terumbuh karang di Pantai Pandawa.
Program konservasi terumbuh Karang atau
keren di sebut #HijaukanLaut pantai Pandawa ini, dilakukan sebagao
bentuk penyelamatan Bumi dan laut pada hari ulang tahun Bumi, 22 April
2014.
Koordinator 60+ Denpasar, Ika Juliana menjelaskan, kegiatan konservasi terumbuh karang ini dilakukan sejak tahun 2013.
“Tahun lalu kami melakukan penanaman di
Tanjung Lotal, Wakaserea Resort Bali Barat. Sebanyak 700 coral atau
terumbuh karang,” ungkap Juliana.
Untuk tahun ini, difokuskan di Pantai Pandawa dengan 50 adopter dan berhasil menanam 102 coral atau terumbuh karang.
Juliana lebih jauh mengungkapkan, aksi
#Hijaukanlaut ini sebagao bentuk tanggungjawab moral untuk menjaga bumi
dan laut. Terlepas dari adopter yang menanam di hargai Rp. 100.000 dan
berbagai manfaat lainnya, aksi ini harus menjadi gerakan bersama dalam
menyelamatkan bumi dan Indonesia.
Sebab Bumi dan Laut member tanpa
meminta, kesadaran manusia yang membuat bmu menjadi bertahan dan manusia
menjadi nyaman diatas bumi. Membangun kesadaran bersama inilah yang
sulit.
Walau sulit, Juliana optimis aksi mereka
paling tidak bias mengajak satu atau dua orang atau organisasi dan
perusahaan yang peduli dengan lingkungan. Sebut saja misalnya, di
Denpasar, aksi bersama 60+ ini sudah diikuti oleh beberapa perusahaan
besar yang bergerak di perhotelan dan pariwisata. BTDC dan Group Aston
sudah melakukan gerakan 60+ sejak lama.
Soal aksi #Hijaukanlaut ini, Juliana
menjelaskan, yang menjadi adopter akan mendapat banyak keuntungan.
Misalnya, adopter dihargai Rp. 100.000, coral atau terumbuh karang
diberi nama adopter, mendapat e-sertifikat (sertifikat elektronik),
mendapat news letter monitoring tentang pertumbuhan dan perkembangan
terumbuh karang selama tiga bulan gratis.
Dan aksi serupa ini, demikian Juliana,
akan tetap dilakukan dengan mengajak lebih banyak lagi adopter sebagai
gerakan bersama menyelamatkan Bumi dan laut. Ibarat menyulam, sedikit
demi sedikit pasti menjadi kain. serupa gerakan ini, sedikit demi
sedikit akan berubah menjadi gerakan bersama, agar bumi tetap hijau dan
laut tetap biru.(sandrowangak)